Www.BestTheme.Net

WELCOME

To

SUNSET

Blog buat para petualang sejati ..selamat jalan kawaan semoga berjumpa kembali .. sahabat jadilah kekasihku ..hidup dengan segala ide !

come and gabung

Share it !

Powered By Blogger

Followers

Latest Photos

think !

think !

New Photos

soosuu

Your Slideshow Title Slideshow: Ndi’s trip from Jakarta, Java, Indonesia to was created by TripAdvisor. See another Indonesia slideshow. Create a free slideshow with music from your travel photos.

lips so!

lips so!

Introduce.,

Introduce.,

REVOLUSIONER LEGENDARIS

made in Unknown Rabu, Januari 19, 2011

Tan Malaka –lengkapnya Ibrahim Datuk Tan Malaka—menurut keturunannya ia termasuk suku bangsa Minangkabau.


Pada tanggal 2 Juni 1897 di Nagari Pandam Gadang (Pondom Godang) –Sumatra Barat—Tan Malaka dilahirkan. Ia termasuk salah seorang tokoh bangsa yang sangat luar biasa, bahkan dapat dikatakan sejajar dengan tokoh-tokoh nasional yang membawa bangsa Indonesia sampai saat kemerdekaan seperti Soekarno, Hatta, Syahrir, Moh.Yamin dan lain-lain.

Pejuang yang militan, radikal dan revolusioner ini telah banyak melahirkan pemikiran-pemikiran yang orisinil, berbobot dan brilian hingga berperan besar dalam sejarah perjaungan kemerdekaan Indonesia. Dengan perjuangan yang gigih maka ia mendapat julukan tokoh revolusioner yang legendaris. Pada tahun 1921 Tan Malaka telah terjun ke dalam gelanggang politik. Dengan semangat yang berkobar dari sebuah gubuk miskin, Tan Malaka banyak mengumpulkan pemuda-pemuda komunis.Pemuda cerdas ini banyak juga berdiskusi dengan Semaun (wakil ISDV) mengenai pergerakan revolusioner dalam pemerintahan Hindia Belanda.

Selain itu juga merencanakan suatu pengorganisasian dalam bentuk pendidikan bagi anggota-anggota PKI dan SI (Syarekat Islam) untuk menyusun suatu sistem tentang kursus-kursus kader serta ajaran-ajaran komunis, gerakan-gerakan aksi komunis, keahlian berbicara, jurnalistik dan keahlian memimpin rakyat. Namun pemerintahan Belanda melarang pembentukan kursus- kursus semacam itu sehingga mengambil tindakan tegas bagi pesertanya.



Melihat hal itu Tan Malaka mempunyai niat untuk mendirikan sekolah-sekolah sebagai anak-anak anggota SI untuk penciptaan kader-kader baru. Juga dengan alasan pertama: memberi banyak jalan (kepada para murid) untuk mendapatkan mata pencaharian di dunia kapitalis (berhitung, menulis, membaca, ilmu bumi, bahasa Belanda, Melayu, Jawa dan lain-lain); kedua,
memberikan kebebasan kepada murid untuk mengikuti kegemaran (hobby) mereka dalam bentuk perkumpulan-perkumpulan; ketiga, untuk memperbaiki nasib kaum kromo (lemah/miskin). Untuk mendirikan sekolah itu, ruang rapat SI Semarang diubah menjadi sekolah, dan sekolah itu bertumbuh sangat cepat hingga sekolah itu semakin lama semakin besar.

Perjuangan Tan Malaka tidaklah hanya sebatas pada usaha mencerdaskan rakyat Indonesia pada saat itu, tapi juga pada gerakan-gerakan dalam melawan ketidakadilan seperti yang dilakukan para buruh terhadap pemerintahan Hindia Belanda lewat VSTP dan aksi-aksi pemogokan, disertai selebaran-selebaran sebagai alat propaganda yang ditujukan kepada rakyat agar rakyat dapat melihat adanya ketidakadilan yang diterima oleh kaum buruh.

Seperti dikatakan Tan Malaka pada apidatonya di depan para buruh “Semua gerakan buruh untuk mengeluarkan suatu pemogokan umum sebagai pernyataan simpati, apabila nanti menglami kegagalan maka pegawai yang akan diberhentikan akan didorongnya untuk berjuang dengan gigih dalam pergerakan revolusioner”. Pergulatan Tan Malaka dengan partai komunis di dunia sangatlah jelas. Ia tidak hanya mempunyai hak untuk memberi usul-usul dan dan mengadakan kritik tetapi juga hak untuk mengucapkan vetonya atas aksi-aksi yang dilakukan partai komunis di daerah kerjanya. Tan Malaka juga harus mengadakan pengawasan supaya anggaran dasar, program dan taktik dari Komintern (Komunis Internasional) dan Profintern seperti yang telah ditentukan di kongres-kongres Moskow diikuti oleh kaum komunis dunia.



Dengan demikian tanggung-jawabnya sebagai wakil Komintern lebih berat dari keanggotaannya di PKI. Sebagai seorang pemimpin yang masih sangat muda ia meletakkan tanggung jawab yang saangat berat pada pundaknya. Tan Malaka dan sebagian kawan-kawannyamemisahkan diri dan kemudian memutuskan hubungan dengan PKI, Sardjono-Alimin-Musso. Pemberontakan 1926 yang direkayasa dari Keputusan Prambanan yang berakibat bunuh diri bagi perjuangan nasional rakyat Indonesia melawan penjajah waktu itu.

Pemberontakan 1926 hanya merupakan gejolak kerusuhan dan keributan kecil di beberapa daerah di Indonesia. Maka dengan mudah dalam waktu singkat pihak penjajah Belanda dapat mengakhirinya. Akibatnya ribuan pejuang politik ditangkap dan ditahan. Ada yang disiksa, ada yang dibunuh dan banyak yang dibuang ke Boven Digul Irian Jaya. Peristiwa ini dijadikan dalih oleh Belanda untuk menangkap, menahan dan membuang setiap orang yang melawan mereka, sekalipun bukan PKI. Maka perjaungan nasional mendapat pukulan yang sangat berat dan mengalami kemunduran besar serta lumpuh selama bertahun-tahun.

Tan Malaka yang berada di luar negeri pada waktu itu,berkumpul dengan beberapa temannya di Bangkok. Di ibukota Thailand itu, bersama Soebakat dan Djamaludddin Tamin, Juni 1927 Tan Malaka memproklamasikan berdirinya Partai Republik Indonesia (PARI). Dua tahun sebelumnya Tan Malaka telah menulis “Menuju Republik Indonesia”. Itu ditunjukkan kepada para pejuang intelektual di Indonesia dan di negeri Belanda.

Terbitnya buku itu pertama kali di Kowloon, Cina, April 1925. Prof. Moh. Yamin sejarawan dan pakar hukum kenamaan kita, dalam karya tulisnya “Tan Malaka Bapak Republik Indonesia” memberi komentar: “Tak ubahnya daripada Jefferson Washington merancangkan Republik Amerika Serikat sebelum kemerdekaannya tercapai atau Rizal Bonifacio meramalkan Philippina sebelum revolusi Philippina pecah….”

Ciri khas gagasan Tan Malaka adalah: (1) Dibentuk dengan cara berpikir ilmiah berdasarkan ilmu bukti, (2) Bersifat Indonesia sentris, (3) Futuristik dan (4) Mandiri, konsekwen serta konsisten. Tan Malaka menuangkan gagasan-gagasannya ke dalam sekitar 27 buku, brosur dan ratusan artikel di berbagai surat kabar terbitan Hindia Belanda. Karya besarnya “MADILOG” mengajak dan memperkenalkan kepada bangsa Indonesia cara berpikir ilmiah bukan berpikir secara kaji atau hafalan, bukan secara “Text book thinking”, atau bukan dogmatis dan bukan doktriner.

Madilog merupakan istilah baru dalam cara berpikir, dengan menghubungkan ilmu bukti serta mengembangkan dengan jalan dan metode yang sesuai dengan akar dan urat kebudayaan Indonesia sebagai bagian dari kebudayaan dunia. Bukti adalah fakta dan fakta adalah lantainya ilmu bukti. Bagi filsafat, idealisme yang pokok dan pertama adalah budi (mind), kesatuan, pikiran dan penginderaan. Filsafat materialisme menganggap alam, benda dan realita nyata obyektif sekeliling sebagai yang ada, yang pokok dan yang pertama.

Bagi Madilog (Materialisme, Dialektika, Logika) yang pokok dan pertama adalah bukti, walau belum dapat diterangkan secara rasional dan logika tapi jika fakta sebagai landasan ilmu bukti itu ada secara konkrit, sekalipun ilmu pengetahuan secara rasional belum dapat enjelaskannya dan belum dapat menjawab apa, mengapa dan bagaimana. Semua karya Tan Malaka danpermasalahannya dimulai dengan Indonesia. Konkritnya rakyat Indonesia, situasi dan kondisi nusantara serta kebudayaan, sejarah lalu diakhiri dengan bagaimana mengarahkan pemecahan masalahnya.

Cara tradisi nyata bangsa Indonesia dengan latar belakang sejarahnya bukanlah cara berpikir yang “text book thinking” dan untuk mencapai Republik Indonesia sudah dicetuskan sejak tahun 1925 lewat “Naar de Republiek Indonesia”.

Jika kita membaca karya-karya Tan Malaka yang meliputi semua bidang kemasyarakatan, kenegaraan, politik,ekonomi, sosial, kebudayaan sampai kemiliteran(“Gerpolek”-Gerilya-Politik dan Ekonomi, 1948), maka akan kita temukan benang putih keilmiahan dan keIndonesiaan serta benang merah kemandirian, sikap konsekwen dan konsisten yang direnda jelas dalam gagasan-gagasan serta perjuangan implementasinya.Peristiwa 3 Juli 1946 yang didahului dengan penangkapan dan penahanan Tan Malaka bersama pimpinan Persatuan Perjuangan, di dalam penjara tanpa pernah diadili selama dua setengah tahun.

Setelah meletus pemberontakan FDR/PKI di Madiun, September 1948 dengan pimpinan Musso dan Amir Syarifuddin, Tan Malaka dikeluarkan begitu saja dari penjara akibat peristiwa itu. Di luar, setelah mengevaluasi situasi yang amat parah bagi republik Indonesia akibat Perjanjian Linggarjati 1947 dan Renville 1948, yang merupakan buah dari hasil diplomasi Syahrir dan Perdana Menteri AmirSyarifuddin, Tan Malaka merintis pembentukan Partai MURBA, 7 November 1948 di Yogyakarta.

Pada tahun 1949 tepatnya bulan Februari Tan Malaka gugur, hilang tak tentu rimbanya, mati tak tentu kuburnya ditengah-tengah perjuangan “Gerilya Pembela Proklamasi” di Pethok, Kediri, Jawa Timur. Namun berdasarkan keputusan Presiden RI No. 53, yang ditandatangani Presiden Sukarno 28 Maret 1963 menetapkan bahwa Tan Malaka adalah seorang pahlawan kemerdekaan Nasional.

nb=Tan Malaka itu, Bapak Repoeblik Indonesia. Karena jauh hari sebelum Indonesia menyatakan kemerdekaanya tahun 1945, Tan Malaka sudah menulis buku dengan judul "Menuju Republik Indonesia (Naar de Repoeblik Indonesia) tahun 1927. Jadi, Sukarno itu mengadopsi pikiran-pikiran Tan Malaka. Sama seperti Sudirman dan Nasution yang menggandrungi GERPOLEK. Hanya saja, TNI tidak suka apabila Kekuasaan pada September 45 diwariskan kepada Tan Malaka, seandainya BK tidak lagi sanggup memimpin negeri ini seandainya dirinya dalam Bahaya. Makanya ia harus di hilangkan dari Indonesia. Buku Poeze, sudah merintis kearah itu.


--------------------next--------------next---------------------

Keberadaan makam dan penyebab kematian Sutan Ibrahim atau Datuk Tan Malaka, menjadi polemik selama 30 tahun. Tan Malaka hilang seperti ditelan bumi dan tak tentu rimbanya sejak Februari 1949 silam.

Namun, misteri ini segera terkuak menyusul pembongkaran makam yang diduga berisi jasad Tan Malaka di Desa Selopanggung, Kecamatan Semen, Kediri, Jawa Timur oleh tim forensik RSCM, Sabtu 12 September kemarin, sesuai petunjuk seorang sejarawan Belanda Harry A Poeze.

Harry, menyimpulkan bahwa Tan Malaka ditembak mati pada 21 Februari 1949 atas perintah Letda Soekotjo dari Batalyon Sikatan, Divisi Brawijaya.

Eksekusi ini diawali pada 1949, saat markas Tan Malaka di Pace, Jawa Timur disergap oleh Tentara Republik Indonesia (sekarang TNI). Pasukan ini urung menangkap pria yang tidak meninggalkan keturunan ini, karena ditarik mundur untuk menghalau Belanda yang melakukan penyerangan dari utara. Tan Malaka dan 60 orang pengikutnya dibebaskan.

Tokoh kontroversial ini bersama pengikutnya melarikan diri ke selatan Jawa Timur. Namun dalam perjalanan, mereka ditembaki oleh sekelompok bersenjata. Tan Malaka selanjutnya membagi rombongan menjadi empat kelompok. Dirinya dan empat orang pengikutnya pergi ke kawasan Tulung Agung, mengharapkan masih ada batalyon tentara di sana yang masih bersimpati pada mereka. Setelah dua hari berjalan, mereka tiba-tiba disergap di suatu desa kecil bernama Selo Panggung. Tan Malaka pun di tembak mati di tempat ini.

Versi Kematian Tan Malaka

Mengungkap misteri sebab kematian pahlawan nasional Tan Malaka, memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Saat melakukan penelitian, sejarawan Belanda Harry A Poeze harus dihadapkan dengan berbagai versi cerita, sedikitnya ada lima versi yang mengungkap kematian Che Guevara-nya Indonesia ini.

"Banyak sekali, bahkan ada tukang bengkel di Surabaya yang mengaku-ngaku sebagai penembak Tan Malaka," jelas Penulis buku "Filosofi Negara Menurut Tan Malaka", Hasan Nasbi.

Namun, dari dari berbagai versi itu, dalam bukunya Harry Poeze menyebut Tan Malaka dibunuh dengan ditembak. Ini adalah versi Sukarna, seorang pengawal Tan Malaka yang berhasil kabur dari tahanan. Dia sempat menceritakan kembali kepada Jamalludin Tamim, salah satu pengikut Tan Malaka sewaktu di Bangkok.

Sempat pula beredar beredar kabar, Tan Malaka ditembak dan dibuang ke kali Brantas, namun setelah ditelusuri oleh Harry Poeze, ternyata setelah ditembak, Tan Malaka kemudian dikuburkan di Desa Selopanggung, Kecamatan Semen Kediri, Jawa Timur.

Upaya penggalian makam Tan Malaka pun sejatinya sudah dimulai sejak Peringatan 112 tahun kelahirannya serta 60 tahun hilangnya Tan Malaka awal tahun ini. Rencananya, keponakan Tan Malaka, Zulfikar Kamarudin, yang akan memimpin langsung tim untuk membongkar makam yang ditemukan oleh Harry A Poeze ini pada 12 Maret lalu, namun karena terkendala proses administrasi, proses penggalian ini gagal.

Sekadar diketahui, Tan Malaka merupakan salah satu pejuang revolusioner beraliran kiri nasionalis. Dia lahir di Pandan Gadang, Suliki, Sumatera Barat, pada 2 Juni 1897. Selama hidupnya dia pernah aktif di Partai Komunis Indonesia dan menjabat wakil Komintern di Asia yang berkedudukan di Canton. Pendiri partai Murba ini kemudian ditetapkan sebagai pahlawan kemerdekaan Nasional berdasarkan keputusan Presiden RI No. 53, yang ditandatangani Presiden Sukarno pada 28 Maret 1963. Sayang, pada Era pemerintahan Suharto, nama Tan Malaka terkesan dilupakan atau bahkan sengaja dibedakan dengan pahlawan nasional lainnya.(mir) (ded)



"Akuilah dengan yang putih bersih, bahwa kamu sanggup dan mesti belajar dari orang Barat. Tapi kamu jangan jadi peniru orang Barat, melainkan seorang murid dari Timur yang cerdas, suka memenuhi kemauan alam dan seterusnya dapat melebihi kepintaran guru-gurunya di Barat." ~ Tan Malaka

|